Buku kedua: Arga dan sarang burung

Akhirnya baru menuliskan pengalaman mengenai buku kedua saya ini setelah satu tahun berlalu sejak diterbitkan. Alhamdulillah saat ini stocknya sudah terjual semua. Dua belas eksemplar terakhir dihabiskan sama warga twitter hehe. Terima kasih banyak, ya!

Jadi, saya mau cerita sedikit mengenai proses buku kedua tersebut yang memakan waktu cukup lama. Saya hanya ingin mengingatkan pada diri sendiri bahwa secuil apapun ide-ide kreatif yang muncul di kepala kita jangan disepelekan. Jangan menganggap bahwa ide kita itu tidak penting. Ini hal yang wajib saya ingat karena sering minder sama diri sendiri hehe.

Continue reading “Buku kedua: Arga dan sarang burung”

Sharing tentang skoliosis dan kopi darat

Sudah sejak berbulan-bulan lalu, Fita menghubungi saya untuk bersedia melakukan sharing terkait buku indie saya “Pantang padam: catatan skolioser” kepada komunitasnya, yaitu komunitas Backpacker Indonesia Chapter Depok.

Saya bersedia saja, sayangnya jadwal kami lah yang sulit untuk dikompromikan. Fita rupanya tidak selalu libur di akhir pekan sehingga kami harus mencari waktu lagi untuk menyamakan jadwal.

Continue reading “Sharing tentang skoliosis dan kopi darat”

Saat ukuran buku tak sesuai

Ikhlas memang sebuah kata yang mudah sekali diucapkan tapi pada kenyataannya sulit sekali dijalankan. Saya kesal luar biasa, kecewa, dan marah saat membuka paket berisi pesanan buku cetakan kedua ternyata melenceng jauh dari apa yang saya duga.

Ukuran buku jauh lebih besar. Bukan seperti ukuran standar buku atau novel pada umumnya. Font-nya pun lebih besar. Saya kesal. Cetakan kedua seharusnya merupakan perbaikan dari yang pertama, tapi kenapa malah melesat jauh dari yang diharapkan?

Saya berganti tempat percetakan. Di tempat yang baru ini harga memang lebih mahal karena kualitas juga lebih baik. Ditambah lagi si percetakan bersedia mengganti buku jika ternyata di kemudian hari ditemukan ada halaman yang kurang atau terbalik susunannya.

Continue reading “Saat ukuran buku tak sesuai”

Tim penulisan buku

Nggak lengkap kalau saya nggak menjabarkan satu per satu siapa saja orang-orang yang berjasa di balik buku indie Pantang Padam: Catatan Skolioser. Tentu saja karena sifatnya yang indie alias self publish itu, saya harus mencari dan menentukan sendiri siapa-siapa saja yang akan bekerja sama dengan saya.

Dan inilah mereka.

1. Putri Sekar P. Editor

Putri atau biasa dipanggil Puput adalah kawan dekat saya sejak SMA. Kalau tidak salah ingat Puput adalah orang pertama yang saya kenal saat pertama kali masuk SMA. Setelah itu karena ternyata lokasi rumah pun masih satu arah maka jadilah kami sering pulang bareng naik angkot. Lulus SMA Puput merantau untuk kuliah di Jogja. Selepas lulus, anak ini pun sudah terlanjur cinta sama kota itu.

Continue reading “Tim penulisan buku”

Di balik penerbitan indie buku Pantang Padam

Saat sebuah naskah selesai ditulis, bukan berarti tahap menulis buku telah selesai. Langkah selanjutnya adalah menerbitkannya sehingga bisa sampai di tangan pembaca. Bisa dibilang, buku baru akan lahir setelah ia dibaca dan dinikmati.

wpid-IMG_20130512_161253.jpg
Pengeditan naskah

Mengirimkan naskah ke penerbit-umum seperti yang sudah biasa kita kenal saat ini masih menjadi pilihan banyak orang. Namun ada lagi satu pilihan jalur penerbitan. Yaitu menerbitkan buku sendiri atau self publishing atau bisa juga disebut dengan jalur indie. Banyak yang mengira menerbitkan buku lewat jalur indie ini lebih mudah karena buku siapa saja dan apa saja bisa terbit tanpa melewati banyak proses seleksi seperti pada penerbit-umum.

Dari sepengetahuan pribadi saya, penerbit-umum menyesuaikan penerbitan dengan jenis buku yang memang menjadi cakupan penerbitannya atau juga buku yang sesuai selera pasar. Sehingga penerbit-umum ini memiliki proses seleksi yang cukup ketat dengan sangat banyaknya naskah yang masuk. Seseorang yang mengirimkan naskah ke penerbit bisa menunggu dalam jangka waktu beberapa bulan hingga 1 tahun sampai akhirnya naskah diterbitkan. Inilah yang (terkadang) menyebabkan seseorang memilih jalur indie karena menganggap naskahnya bisa lebih cepat dan lebih mudah terbit. Benarkah lebih mudah dan lebih cepat?

Continue reading “Di balik penerbitan indie buku Pantang Padam”

Blog at WordPress.com.

Up ↑