Aksesibilitas tanpa batas

Oktober 2011

Saya berdiri mematung di depan anak tangga, mengapit kruk di kedua lengan, sementara ibu di sebelah kiri memegangi tangan saya dengan raut khawatir. Ajakan ibu, untuk kembali ke ruang tunggu rumah sakit, saya abaikan karena memang masih ada tanggungan yang harus dibayar sehingga saya harus bergerak sampai akhirnya tiba di depan ATM ini.

Saya pikir masalah ATM ini hal yang juga bisa saya lewati, karena saat kecelakaan pertama sekitar 8 tahun lalu, dengan kruk saya bisa menaiki anak tangga di sekolah sampai lantai 2. Meski bisa saya lewati tapi tetap saja bukan perkara mudah karena harus menaiki anak tangga dengan perlahan sambil berpegangan pada railing, dibantu oleh teman-teman satu kelas (bahkan ada di antara mereka yang menawarkan untuk menggendong saya saja).

Begitu sampai di depan ATM, saya menatap undakan dengan jumlah “hanya” tiga anak tangga itu. Rasanya seperti sedang berada di depan anak tangga untuk menuju ke lantai 20 karena tak ada railing sama sekali untuk berpegangan. ATM ini pun tak punya bidang miring khusus untuk kursi roda, sehingga saya juga tak bisa meminjam kursi roda untuk bisa sampai ke ruang ATM. Continue reading “Aksesibilitas tanpa batas”

Create a free website or blog at WordPress.com.

Up ↑